Jumat, 30 November 2012

Kimia - Essay Bab 1

essay Bab. 1
Uji Kompetensi 1. (halaman 10)




Uji Kompetensi 2 (halaman20)


Ulangan Harian 1 (halaman 24)





Senin, 05 November 2012

Jejak-Jejak Kerinduan


Jejak-Jejak Kerinduan
(Ayulita Andayani)

Malam yang begitu dingin,
Begitu menusuk hingga ke tulang.
Keresahan terus menyapa dari dasar jiwa.
Mengingatkan jiwa ini,
Akan seseorang itu.
Seseorang yang menemani hari-hariku
Membuat hariku menjadi lebih berwarna
Menghapuskan tangisanku.
Tak kusangka hadirmu
Mampu membuka pintu hati ini.
Diam-diam,
Sebuah rasa mulai tumbuh didada ini
Mungkin aku tlah tertawan cinta

Besakih


BESAKIH…
Pernahkah saat kau bersama seseorang kau merasa seolah-olah kau menemukan seseorang yang sangat tepat. Seperti kepingan puzzle yang bertemu pasangannya, dan terdengar bunyi ‘Klik’ saat menyatu? Seperti itulah rasanya. Namun angin meniupnya, dan kepingan itu terbawa oleh angin…
***
Detik demi detik terasa berjalan sangat lambat, entah sudah berapa kali aku menguap diam-diam sepanjang pelajaran berlangsung. Sedangkan teman sebangkuku, Liz tak pernah berhenti berbicara. Sepanjang pelajaran ia selalu berbicara, beberapa kali ia mencoba mengajakku berbicara namun responku hanya tersenyum.
Mataku sudah hampir terpejam seandainya saja Liz tidak berteriak sekencang itu, disusul oleh teriakan teman-teman lainnya. Kontan mataku terbelalak, “Lho? Ada apa ini?” pikirku.
“Liz? Kamu ngapain?” bisikku.
“Nik, kita bakal Tirta Yatra ke pura Besakih!!” sahutnya dengan wajah cerah sempurna.
“Terus?” tanyaku blo’on.
“Ini pertama kalinya aku bakal kesana Nik, aku belum pernah kesana tahu” sahutnya masih bersemangat.
“Dan semoga kita satu bus dengannya” lanjutnya, sebelum aku sempat membuka mulutku untuk bertanya bell pelajaran berakhir berdering.
***
“Nik, kawitanmu apa?” tanya Liz saat kami sedang mengantri di kantin, “Nanti kita ke kawitan bareng yuk waktu di Besakih?” lanjutnya,bahkan aku belum sempat menjawab pertanyaan pertamanya.
Tiba-tiba, “Eh, Wis kawitanmu apa? Kawitanku Pasek Gelgel lho” tanya Liz pada seseorang, kepalaku sontak menoleh kebelakang.
“Kawitanku Bendesa Mas, kayak Manik” jawabnya singkat. “Nanti kita berangkat bareng yah, Nik” lanjutnya sambil tersenyum, lalu berlalu.
Aku hanya dapat ternganga menatap punggungnya, hingga Liz menyadarkanku.
“Kok dia bisa tahu kawitanmu Nik?” tanya Liz dengan nada heran, dan aku hanya mengangkat bahuku. Itu yang sedang aku pikirkan…
***
“Duh Nik, kamu itu beruntung banget!! Bisa bareng sama Wisnu ke Besakihnya. Huh, seandainya boleh ditukar, aku mau deh jadi kamu Nik” gerutu Liz ketika tiba di kelas. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
“Ohya, kok dia bisa tahu kawitanmu sih Nik?” tanya Liz tiba-tiba. “Apa jangan-jangan..” lanjutnya menggantung.
“Jangan-jangan apa? Mungkin saja dia tanya Setya,Setya kan kenal kita” sahutku ringan.
“Mungkin…” gumam Liz, terdengar curiga.
***
Aku melangkah dengan lesu memasuki ruang kelasku, beberapa temanku menyapa dan kubalas dengan senyum seadanya.
“Manik!!!” teriak sebuah suara memanggil namaku, suara melengking yang aku sangat kenal. Liz.
“Ada apa Liz?”
“Kamu tahu nggak kita bakal satu bus sama anak kelas sebelah! Dan itu artinya kita bakal satu bus sama Wisnu!!” jeritnya histeris.
Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengarnya, dasar Liz. Liz memang gadis yang cantik, sangat cantik. Dia tinggi dengan rambut pendek sebahu, bentuk wajah oval dan kulit putih. Berbeda denganku, aku bisa dikategorikan gadis yang tinggi walaupun tak setinggi Liz, wajahku bulat dengan mata bulat, rambut panjang sepinggang dan kulit coklat seperti gadis bali pada umumnya.
***
“Pagi Nik, lagi nyari tempat duduk? Disebelahku ada yang kosong.” tanya sebuah suara ketika aku sedang mencari tempat duduk dalam bus. Suara lembut yang pernah ku dengar. Ketika kutolehkan kepalaku, ternyata Wisnu!
“Ah? Iya, aku mau duduk dibelakang aja Wis” sahutku lalu beranjak mencari tempat duduk yang lain, namun tangan itu menarikku dan aku terduduk tepat disebelahnya.
“Nah, udah dapet tempat duduk kan? Biar nanti aku nggak susah nyari kamu” katanya.
Dan aku hanya bisa tersenyum. Salah tingkah!
Beberapa kali dia memancing obrolan, namun aku hanya menjawab singkat. Sungguh, selain aku memang malas berbicara, aku juga sangat salting! Tiba-tiba…
“Manik? Kok kamu duduk disini?” tanya Liz terkejut melihatku duduk dekat dengan Wisnu.
“Ah, itu tadi..” jawabku bingung.
“Tadi aku yang minta dia duduk disini Liz, biar bisa ke kawitan bareng” sahut Wisnu menolongku sambil memamerkan deretan giginya.
“Ohh.. gitu” sahut Liz singkat, ada yang aneh dalam nada suaranya.
“Ohya, Liz.. aku boleh tukaran tempat duduk nggak? Aku biasanya mual kalo duduk dibelakang” lanjutnya, spontan aku mengangguk.
Saat aku sudah bertukar tempat duduk dengan Liz, ponselku bergetar. Ada sebuah pesan.
Liz : Thanks ya Nik ;)
***
Alunan lagu Dear God mengalun lembut di earphone ku, membuat mataku memberat dan hampir tertidur. Saat mataku hampir terpejam, bus tidak-tiba berhenti mendadak dan mati. Ada apa ini tuhan?
Supir bus dan beberapa siswa laki-laki dari kelasku keluar untuk memeriksa keadaan, ternyata ban bus kempes dan mesin mati. Sungguh aku sangat ketakutan.
“Anak-anak, nanti kalian berjalan menuju bus yang ada didepan. Kita berpencar ke bus yang lainnya” perintah pak Dewa saat itu. Kami pun berhamburan keluar dan berlari menuju bus didepan kami.
Aku mencoba berlari sekencang-kencangnya, namun aku sangat lelah ditambah lagi cuaca sedang hujan. dan akhirnya aku tubuhku meluruh perlahan. Namun sebelum tubuhku benar-benar jatuh seseorang telah menahan tubuhku. Wisnu!
“Kamu nggak kenapa-kenapa kan Nik? Masih bisa jalan?” tanya nya. Aku hanya terdiam, antara kaget bercampur malu.
Akhirnya ia berjongkok didepanku, dan menyuruh ku naik kepunggungnya.
“Ayolah naik! Lebih cepat lebih baik, atau aku tinggal?” tanya Wisnu, akhirnya aku menurut dan ia menggendongku sampai di bus. Didalam bus Wisnu selalu berada disebelahku, melindungiku dari beberapa tangan-tangan jahil siswa-siswa di bus tersebut. Bahkan ada beberapa siswa menggodaku, dan mengumpat kami. Karena hanya ada kami yang tersesat dalam bus itu.
Ada debar aneh yang kurasakan saat tangan itu mengenggam tanganku. Ketika kuperhatikan wajahnya memang cukup tampan, rahangnya tegas, dan satu hal yang membuatku terpana padanya adalah tatapan matanya yang tajam ditambah kacamata minusnya yang setia bertengger di wajahnya.
***
Kami berdua bergegas turun dari bus itu sesampainya di Besakih. Dan selama itu ia selalu menggenggam tanganku, sangat erat.
Akhirnya kami bertemu dengan beberapa teman kami, termasuk Liz. Yang langsung memelukku, dan bertanya sangat banyak. Dan tak ada satupun yang dapat aku jawab. Wisnu lah yang menjawab semua pertanyaan itu, sambil tangannya masih bertaut dengan tanganku. Aku merasakan tatapan yang berbeda di mata Liz.
Setelah beberapa lama kami mengobrol kami kemudian berpisah dengan Liz dan melanjutkan perjalanan menuju kawitan masing-masing.
“Nik, kamu tahu dimana letak kawitannya?” tanya Wisnu padaku, aku hanya menggeleng pelan.
“Aku kira kamu tahu Wis” jawabku sambil nyengir.
“Hadeh, aku juga nggak tahu Nik. Makanya aku ngajak kamu” jawabnya sambil mengacak rambutku.
Dan akhirnya setelah beberapa lama kami berkeliling dan bertanya sana-sini, kami menemukan kawitan kami dan bersembahyang disana. Dan kami hanya menahan tawa ketika menyadari bahwa daerah ini telah kami lewati 3 kali.
***
Setelah selesai bersembahyang di kawitan kami melanjutkan ke Pura Penataran Agung, namun aku kehilangan jejak Wisnu saat selesai bersembahyang di Pura Penataran Agung. Untungnya aku bertemu dengan Cindy dan Saras, kamipun mencari tempat makan. Sesekali aku menge-check ponselku, siapa tahu Wisnu menelpon. Ohya, dia tidak mengetahui nomer ponselku!
“Cind, kamu liat Wisnu nggak?” tanyaku pada Cindy.
“Nggak, aku nggak satu bus sama dia. Emang kenapa nyariin Wisnu?” tanyanya heran.
“Nggak kenapa kok” sahutku singkat, tanpa sadar aku menghela napas.
Dan sampai akhirnya pun aku tidak bertemu dengannya, kami berpisah bus dan sampai di sekolahpun aku tidak bertemu dengannya.
***
Aku melangkahkan kaki perlahan, sambil mataku terus mencari-cari. Hampir 5 kali aku bolak-balik dikelas sebelah, namun tak kutemukan sosok itu. Apa jangan-jangan dia tertinggal disana? Pikirku, namun segera kuhilangkan pikiran tersebut. Dan akhirnya aku menyerah dan kembali ke kelasku.
Liz menatapku heran ketika melihatku tak bersemangat hari ini. Banyak hal yang ditanyakannya, namun aku hanya tersenyum singkat dan menjelaskan kalau aku baik-baik saja. Tiba-tiba seseorang membuka pintu kelasku dengan sangat cepat.
“Nik!!! Kamu kemarin baik-baik aja kan? Aku terus mencarimu, kenapa menghilang?” tanyanya lalu memelukku erat, kontan wajahku memerah.
“A..aku baik-baik aja kok Wis. Aku kemarin mencarimu, tapi kau menghilang” jawabku, gugup.
“Syukurlah, aku mencemaskanmu” sahutnya sambil melepaskan pelukannya, lalu mengusap pipiku perlahan dan berlalu.
Ketika ia melangkahkan kakinya beberapa langkah ia berbalik, membuka tasnya lalu mengeluarkan pena dan kertas.
“Catat nomer ponselmu, nanti ku hubungi” katanya singkat.
***
“Nik, kamu ada hubungan apa sama Wisnu?” tanya Liz tiba-tiba, mengejutkan.
“Nggak ada apa Liz, memangnya kenapa Liz?” jawabku, setelah beberapa saat terdiam.
“Hm, jangan bilang-bilang ya..aku suka sama Wisnu” sahutnya, seketika wajahnya memerah.
Aku terdiam sesaat, terkejut! Tak menyangka akan menerima jawaban seperti itu.
“Kamu mau bantu aku ya Nik?” tanya Liz, aku terdiam lagi lalu memutuskan mengangguk.
“Thanks Nik, kamu memang sahabatku yang paling baik” jawabnya sambil memelukku. Lagi-lagi aku terdiam, bingung hendak melalukan apa.
***
“Hai Manik, apa kabar?” terdengar suara dari seberang, suara yang menenangkan.
“Eh, Wisnu? Aku baik, kenapa Wis?” tanyaku ketika mengetahui itu adalah telepon dari Wisnu.
“Hm- nggak kenapa sih. Kamu hari ini ada acara nggak?” tanyanya padaku.
“Kebetulan sih nggak ada” jawabku,
“Gimana kalau kita nonton? Aku kelebihan tiket nih” ajaknya, aku terdiam beberapa saat.
“Kalau diam aku anggap mau ya? Kujemput kamu, jam 7 ya. Bye” ujarnya sambil memutuskan hubungan telepon.
Aku ternganga beberapa saat, Inikah kencan pertama??
***
Aku pun bersiap-siap, setidaknya aku tidak boleh terlambat. Dan ketika waktu telah menunjukan pukul 7 malam, seseorang mengetuk pintu. Aku pun mengampirinya, akan tetapi bukan Wisnu yang muncul melainkan Eliza.
“Liz? Kenapa kemari?” tanyaku keheranan.
“Aku cuma ingin main kerumahmu, Eh? Kenapa pakaianmu..? Kamu mau kencan ya?” tanya Liz keheranan melihat pakaian yang ku kenakan. Memang saat itu aku mengenakan kaos putih yang dipadukan dengan jeans dan membiarkan rambut panjangku terurai.
Ketika aku hendak menjawab pertanyaannya, pintu pun diketuk kembali. Dan Wisnu datang dengan kemeja putih yang digulung sebatas siku dan jeans hitam dipadu dengan sepatu putih, tampak sangat tampan.
Terlintas keheranan di wajah Liz, namun ia menyembunyikannya. Lalu mengobrol dengan Wisnu, entah apa yang mereka bicarakan. Aku hanya dapat terdiam, akhirnya Liz bertanya.
“Wis, kalian mau pergi ya? Kemana? Aku ikut ya? Lagi nggak ada kegiatan nih”
“Kalau aku sih terserah Manik, gimana Nik?” tanya Wisnu membuyarkan lamunanku.
“Terserah kalian aja, aku ikut aja deh” sahutku.
Akhirnya kami pergi menonton bertiga, aku hanya terdiam selama nonton, Liz menguasai percakapan. Yah, Liz memang memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan pandai berbicara. Berbeda denganku yang lebih suka diam, dan tergagap jika berbicara.
***
“Nik, kok kamu nggak ngomong sih kalau Wisnu ngajakin kamu nonton?” tanya Liz keesokan harinya di sekolah.
“Dia memberitahuku mendadak, jadi aku nggak sempat memberitahumu” jawabku.
“Kamu nggak bohong kan sama aku? Aku udah bilang kalau aku suka sama Wisnu kan sama kamu Nik?” tanyanya, dan aku hanya mengangguk.
“Aku mohon kamu jauhi Wisnu, kamu mau membantuku kan? Demi persahabatan kita?” tanyanya lagi, sontak membuatku terdiam beberapa saat. Dan akhirnya aku mengangguk, demi persahabatan? Ya, demi persahabatanku…
***
Sejak saat itu aku mulai menjauhi Wisnu, setiap bertemu secara nggak langsung aku berbalik arah. Berusaha agar tidak bertatapan secara langsung dengannya, sedangkan Liz dan Wisnu semakin lama semakin dekat. Liz setiap hari menceritakan perkembangan hubungannya dengan Wisnu, yang kudengarkan setengah hati. Ada rasa perih yang kurasakan ketika mendengarkan cerita itu.
“Kamu kenapa menjauhiku?” tanya Wisnu yang tiba-tiba sudah berada dihadapanku, saat aku sedang membaca di perpustakaan.
“A..apa maksudmu? Aku tidak mengerti” sahutku berpura-pura tidak mengerti, lalu melanjutkan bacaanku.
“Jangan berpura-pura tidak mengerti! Apa karena Liz?” tanyanya lagi, sontak aku menegang. Namun aku tetap tak menjawab.
“Aku nggak tahu kenapa kamu berubah, tapi aku harap kamu mau datang besok di taman jam 5 sore” katanya lalu berlalu.
***
Setelah itu pikiranku sulit berkonsentrasi, buku bacaanku pun tergeletak tak tersentuh. Mataku beralih pada jam didinding, pukul 6 sore. Apa dia masih menungguku? Pikirku.
Akhirnya aku menyerah, kemudian kuambil jaket dan kunci motorku lalu melesat menuju taman. Sesampainya di taman, aku tak menemukan siapapun. Tak ada siapapun disana, sepi, hening, dan sedikit menyeramkan. Apa ia telah pergi? Apa aku terlambat? Batinku. Dengan lunglai aku melangkahkan kakiku ke sebuah kursi panjang terlihat sesosok pria sedang duduk disana. Apakah itu Wisnu? Aku semakin memperlambat langkah kakiku, dengan ragu ku langkahkan kakiku mendekati kursi itu. Lalu pria itu berbalik, menyadari kedatanganku.
“Kenapa terlambat?” tanyanya.
“Kenapa kau memanggilku kemari?” tanyaku balik.
Hening sesaat, tak ada suara apapun. Aku pun diam, menunggu ia mengucapkan sesuatu. Diam yang begitu menusuk.
“Nik, aku menyukaimu..” ucapnya lalu merengkuh tubuhku dalam dekapannya.
Aku tersentak kaget, sesaat tubuhku membeku di pelukannya. Waktu seolah tak berdetak, lidahku terasa kelu. Tak ada satupun kata terucap dari mulutku, aku merutuki diriku sendiri. Perlahan pelukannya melemah, ia melepaskan pelukannya dan mengecup keningku perlahan.
“Tapi,, bagaimana dengan Liz?” tanyaku.
“Aku menyukaimu Nik, aku dan Liz hanya berteman tidak lebih dari itu”
Tiba-tiba, ranting pohon terinjak dan terdengar isak tangis seseorang. Ketika aku membalikan tubuhku, aku mengenali sosok itu. Liz!
“Cepat kejar dia Wis!” kataku dengan nada suara bergetar, lalu mendorongnya.
“Untuk apa? Bukankah baik baginya untuk mengetahui semua ini? Agar ia tak berharap lagi padaku?”
“Aku mohon, jika kamu memang menyayangiku kejar Liz! Bahagiakan dia demi aku” sahutku lirih.
Wisnu pun melangkahkan kakinya dan mengejar Liz, seketika itu juga tubuhku meluruh dan seluruh air mata tumpah. Aku menangis, dalam diam.
***
Setelah kejadian itu, Wisnu tak pernah terlihat disekolah. Menurut teman-temanku ia pindah sekolah karena ayahnya pindah tugas, dan Liz menjauhiku. Dan kini aku benar-benar sendiri, tanpa Liz dan juga Wisnu.
Hingga suatu hari, sebuah pesan singkat masuk diponselku. Kubaca, ternyata sebuah pesan dari Liz.
Nik, Temui aku di taman. Jam 5 sore. (Liz)
Aku sempat terkejut membaca surat tersebut, akhirnya aku melesat menuju taman tersebut. Namun tak ada Liz disana, tiba-tiba sebuah tangan menutup mataku dari belakang. Aku hanya tertawa, “Liz, jangan bercanda deh” kataku.
“Aku tidak bercanda Nik” sahut sebuah suara lembut sambil tangan itu mulai melepaskan mataku. Suara itu! Aku segera berbalik dan benar, Wisnu!
“Aku menyayangimu Nik” bisiknya perlahan, lalu merengkuh tubuhku. Aku hanya terdiam.
“Tapi Liz menyayangimu..” akhirnya kata itu terucap dari mulutku.
“Ya, aku tahu.. Tapi aku menyayangimu Nik, bukan Liz” sahutnya.
“Maafkan aku Nik, kalau aku terlalu egois dan mementingkan perasaanku. Tanpa mempedulikan perasaanmu” ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dibalik pepohonan, Liz.
“Liz..” bisikku.
“Kini aku tahu Nik, ada beberapa hal yang tak bisa dipaksakan. Salah satunya adalah memiliki Wisnu. Karena dia sangat menyayangimu..” kata Liz, aku langsung memeluknya.
***
Walaupun angin menerbangkan kepingan puzzle itu sejauh-jauhnya, akan tetapi kepingan itu akan kembali. Seberapapun jauhnya ia diterbangkan, ia akan selalu kembali pada pasangannya. Dan menyatu, hingga terdengar bunyi ‘Klik’.
 

Bintang Jatuh. Design By: SkinCorner